Hampir semua rekan-rekan yang bekerja dari rumah mengalami kejenuhan yang sama. Biasa ketemu banyak orang, dan berkomunikasi; sekarang, aktivitas hanya dengan orang rumah saja. Kegiatan yang dilakukan selain bekerja, bisa jadi mendengarkan musik, mengurus anak, mencuci baju, bisa juga menonton televisi.
Hampir setiap hari, aku dan beberapa anggota rumah cukup tertarik menonton sinetrion di channel ikan yang dimulai dari pagi sampai malam. Tentunya dengan judul yang berbeda-beda, dan pemeran yang itu-itu saja, hanya berganti nama, dan juga cerita. Semakin lama di amati, rasanya tontonan seperti ini tidak layak untuk dikonsumsi setiap hari bagi yang "mudah terpengaruh" emosionalnya. Bisa tenggelam kedalam cerita tanpa melakukan penyaringan dahulu akhirnya terserap alam bawah sadar.
Banyak konsep yang menjadi salah, bagiku. Bahkan terlalu banyak. Hampir setiap hari konsep cerita yang disajikan tidak jauh berbeda, kalau tidak menikah, ya cerai. Entah mengapa konsep-konsep tersebut ditampilkan menjadi tontonan, seolah-olah rumah tangga tidak seberharga itu untuk terus dipertahankan. Harusnya, tontonan yang diberikan bisa jauh lebih bernilai dan beredukasi, apa salahnya, jika nilai yang diterapkan adalah "bahwa menjalankan sebuah rumah tangga memang tidaklah mudah. Dua orang menjadi satu, menjalankan sebuah rumah tangga, dengan dua prinsip dan karakter yang berbeda. Adanya masalah-masalah dalam rumah tangga merupakan hal yang wajar, namun memilih untuk pisah tanpa adanya musyawarah, sungguhlah salah. Pernikahan tidak semudah itu untuk dimulai, begitu juga dengan di akhiri"
Belum lagi, jalan cerita saat pemeran meninggal. Jika tidak sakit jantung, kecelakaan, ditabrak mobil, dan banyak hal konyol lainnya. Disaat ada yang memerankan momen "meninggal", dengan mudahnya para pemeran lain hanya meletakkan tangan pada bawah hidung, lalu mengatakan "mohon maaf pemeran sudah meninggal". Melakukan penegakan saat seseorang sudah meninggal bukan semudah itu, esmeralda. Semua ada prosedur, dan tidak hanya sebatas memeriksa ada atau tidaknya napas seseorang. Apa salahnya, jika adegan yang diperankan memang harus begitu, namun input unsur edukasi yang benar bagaimana cara yang benar dalam penegakan bahwa seseorang memang sudah meninggal
Ada lagi, skenario dimana seorang anak mengalami demam, baru sekali. lalu dibawa ke rumah sakit, dan dengan ringkasnya, diagnosa yang ditegakkan langsung leukimia/kanker darah. Tidak seperti itu, esmeralda. Tidak semudah itu juga menegakkan diagnosa leukimia, apalagi gejala yang dialami hanya demam baru sekali. Again, lebih baik jika input unsur edukasi didalamnya, mengenai gejala leukimia apa saja, yang dilakukan pemeriksaan selain cek darah apa saja, dan gejala lain selain demam apa saja. Tapi, faktanya? sungguh sangat memprihatinkan.
Tidak heran, jika rakyat-rakyat yang "punya" lebih memilih tontonan berbayar yang jauh lebih masuk akal, dan memberikan edukasi. Karena tanpa sadar, apa yang direkan oleh mata, didengar oleh telinga, terekam oleh alam bawah sadar, dan mempengaruhi emosional diri.
Comments
Post a Comment