Terbersit di pikiranku tentang bagaimana seorang lelaki memandang profesi yang harusnya dan mungkin akan, dan mungkin tidak, menjadi jalan hidupku kelak. Aku mencoba bertanya kepada beberapa pria “nanti jika disuruh memilih untuk memiliki pasangan, maka kamu akan pilih pasangan yang ‘kerja kantoran’ atau seorang perawat?”
‘kerja kantoran’ yang dimaksud adalah kerja apa saja asal dikantor, bisa jadi mereka yang bekerja sebagai PNS, BUMN, SWASTA, atau apa saja yang bekerja dikantor. Lalu apakah jawaban mereka? “karena menurut saya, dari cara mereka menjawab, kurang lebih sudut pandang mereka akan terlihat seperti apa, dan kepribadian yang bagaimana”; ini mah teori saya saja sih.
Jadi, beginilah reaksinya:
I: “jujur nih ya, dari naluri? Aku sih pilihnya perawat. Karena aku merasa wanita kantoran belum bisa jadi ibu yang baik. Karena kalau suami istri bekerja berdua, kemungkinan akan memiliki ego yang sama. Dan keduanya mempunya sifat sosial yang kurang. Lebih prefer sih ke ibu rumah tangga, biar anaknya ga besar besar di nenek. Tapi kalau disuruh harus milih, ya aku prefer istri dengan profesi perawat”
T: “Aku pilih profesi perawat. Karena mereka peka, dhi. Mereka juga dituntut keikhlasan, bisa juga kelak berguna buat keluarga. Entar ada keluarga sakit, anak sakit, ilmunya juga berguna. Kepekaan sosial sangat dituntut menurut aku. Beda dengan kantoran, kemungkinan wanitanya kebawa hedon, kurang peka dengan keadaan sosial, jiwa sosialnya kurang deh. Semua jadi bisa dinilai dari materi. Ditambah lagi dengan kondisi sekarang, akan ada panjat sosial yang semakin menjadi. Yang aku perhatiin dari wanita zaman sekarang sih gitu. Makanya aku pilihnya perawat.”
R: “Aku gamau pilih keduanya sih, tapi kalau disuruh pilih ya perawat ajalah. Kalau menurut aku dia bisa ngurusin keluarga. Orang aja diurusin apalagi keluarga, menurutku sih gitu.”
P: “Tergantung dulu sih kantoran yang gimana, kalau yang bank, aku gamau. Kalau yang PNS, aku pilih kantoran. Perawat kan ada shift ya? Soalnya aku pengen ibunya anak-anak aku ada buat mereka. Ada waktu.”
J: “Yah aku tergantung sih, kalau aku pribadi pasti milih kantor, mungkin karena aku juga orang kantoran ya. Sesuai dengan yang aku jalanin. Tapi kalau perawatnya kamu, ya aku tetap mau sih (ini intermezo doing kok :P )”
W: “Kalau aku sih pilih yang kantoran. Buat imbangin pemasukan. Tapi yang jelas dia harus ada basic perawat dikitlah, at least untuk ngerawat anak”
A: “Aku maunya istriku ibu rumah tangga. Tapi kalau disuruh pilih, ya kantoran ajalah. Karena kalau punya istri kantoran aku ga ditinggal tidur karena shift malam, jatuhnya ya paling nungguin dia pulang lembur (kalau istri kantoran)”
T: “Kalau aku sih milihnya yang kantoran. Karena perawat itu kerjanya kan shift-shiftan, bisa pagi,sore, dan malam. Kita gabisa nentukan, kadang weekend pun dia masuk. Kalau kantoran kan jadwalnya pasti, senin sampe jumat. Terus perihal pendapat juga, kantoran lebih gede salarynya dari pada perawat”
J: “Tergantung dek. Abang pilih yang kantoran aja. Karena jelas pergi pulangnya jam berapa. Kalau perawat kan kadang jaga malam lagi. Gak rela aku dek istriku gak pulang kerumah (ini lucu sebenarnya)”
Okay, dan hasilnya adalah: Tiga dari Sembilan pria mengatakan ingin memilih profesi perawat jika memang disandingkan dua pilihan, dan Enam lainnya memilih kantoran. Tapi, bukan ini sih yang menjadi alasan saya pribadi untuk berat “meletakkan hati” di rumah sakit.
Jujur karena setahun-an ngerasain “magang” dirumah sakit itu seperti apa, saya langsung merasa bahwa saya tidak mampu. Bukan perihal ikhlas atau tidak, perihal beban kerja dan penularan penyakit yang persentasenya cukup tinggi (ini pedapat pribadi).
Tapi balik lagi, kalau Tuhan tidak restui saya dikantoran, mungkin memang sudah jalannya begitu. Jadi kira-kira menurut anda, jadi apakah saya kelak?
Comments
Post a Comment