Saya sering berdiam diri ditengah larutnya malam, berfikir tentang jalan kehidupan yang sepertinya ada yang sudah tahu, sedikit tahu, atau mungkin buta sama sekali. Mungkin saya berada disebuah titik yang dimana diri say amerasa sama sekali tidak tahu apa-apa.
Ada titik dimana saya suka membandingkan diri dengan gadis lainnya, sejenak lalu berusaha keras menghapusnya dari pikiran saya. Mengerti bahwa membandingkan diri tidak akan menghasilkan apapun, namun keburukan. Pengutukan.
Kadang lagi saya berifkir tetang cinta. Mengapa stigma seorang anak kecil mungkin dari dulu berfikir akan menikah mempunyai anak dan hidup bahagia. Diumur 20an begini diuji lagi dengan kanan kiri yang bawaannya ingin nikah muda saja. Namun jika digali lebih dalam lagi mungkin tak ada rasa yang pasti ingin dinikahi sedini mungkin. Hah, imut rasanya jika wanita seumuranmu bahkan tidak sibuk dengan mimpi, namun anak dan suami. Atau, pengertian mimpi bagi istri sekarang bergeser? Membesarkan anak dengan bijak dan merawat suami dengan baik hati. Saya tak pantas mengurusi, bukan?
Kesibukan pikiran saya akhir-akhir ini hanya kekuatiran tidak bisa menjadi apapun didunia. Rasa takut tidak bisa berjasa bagi hidup siapapun. Sifat pesimis terkuak habis seketika menjelang detik- detik penyandangan pengangguran. Ha, begini rasanya rupanya. Atau mungkin jauh dibawah alam sadar, saya hanya kemakan stigma. Pesimis saya pun langsung melambung terkuak.
Jatah umur 20an jika memang harus dihabiskan untuk kegagalan, lalu kenapa malu? Toh pengangguran bahkan lebih sibuk dari pekerja. Mereka sibuk mencari pekerjaan, begitu katanya. Lalu kenapa malu selagi ada memang usaha? Malulah jika berhenti dan diam saja. Ya, sebenarnya saya ingin menyemangati diri sendiri saat ini. Termasuk segala perkataan ini. Bagaimana, setuju?
Ada titik dimana saya suka membandingkan diri dengan gadis lainnya, sejenak lalu berusaha keras menghapusnya dari pikiran saya. Mengerti bahwa membandingkan diri tidak akan menghasilkan apapun, namun keburukan. Pengutukan.
Kadang lagi saya berifkir tetang cinta. Mengapa stigma seorang anak kecil mungkin dari dulu berfikir akan menikah mempunyai anak dan hidup bahagia. Diumur 20an begini diuji lagi dengan kanan kiri yang bawaannya ingin nikah muda saja. Namun jika digali lebih dalam lagi mungkin tak ada rasa yang pasti ingin dinikahi sedini mungkin. Hah, imut rasanya jika wanita seumuranmu bahkan tidak sibuk dengan mimpi, namun anak dan suami. Atau, pengertian mimpi bagi istri sekarang bergeser? Membesarkan anak dengan bijak dan merawat suami dengan baik hati. Saya tak pantas mengurusi, bukan?
Kesibukan pikiran saya akhir-akhir ini hanya kekuatiran tidak bisa menjadi apapun didunia. Rasa takut tidak bisa berjasa bagi hidup siapapun. Sifat pesimis terkuak habis seketika menjelang detik- detik penyandangan pengangguran. Ha, begini rasanya rupanya. Atau mungkin jauh dibawah alam sadar, saya hanya kemakan stigma. Pesimis saya pun langsung melambung terkuak.
Jatah umur 20an jika memang harus dihabiskan untuk kegagalan, lalu kenapa malu? Toh pengangguran bahkan lebih sibuk dari pekerja. Mereka sibuk mencari pekerjaan, begitu katanya. Lalu kenapa malu selagi ada memang usaha? Malulah jika berhenti dan diam saja. Ya, sebenarnya saya ingin menyemangati diri sendiri saat ini. Termasuk segala perkataan ini. Bagaimana, setuju?
Comments
Post a Comment