Skip to main content

Bulan Ke-2 : Pengalaman Penanganan "Pergi Jauh"

Sudah hari ke 4 dinas dirumah sakit dan mulai terbiasa dengan suasana disekitar. Tidak terasa bahwa dunia kesehatan akan terasa seperti ini, ketika mementingkan urusan orang lain dibandingkan urusanmu menjadi hal yang lumrah dan memang seharusnya.

Sesungguhnya di hari ke-2 saya sudah mendengar adanya pasien exit, kalau dirumah sakit, pasien yang sudah “pergi jauh” akan selalu disebut “pasien exit” dan terasa cukup menengangkan. Tepat pada hari kedua disiang hari juga terdengar adanya pasien exit, seorang wanita yang terkena diagnosa “MDR”. Untuk pertama kalianya saya melakukan perawatan jenazah dengan wanita tersebut. Walau saya selalu penasaran bagaimana rasanya jika menyaksikan langsung “perginya seseorang” dengan caraNya.



Tiba diruangan, seorang Ibu dari pasien yang exit sudah menangis dan menciumi kening pasien. Menangis tersedu-sedu perasaan kehilangan dari seorang Ibu. Tak lama kami mendekat lalu beliau berkata “hati-hati ya nak” dan tentunya iya.

Ketika pasien exit dan peralatan masih terapasang pada pasien, tindakan awal yang dilakukan terlebih dahulu ialah meng-up-kan semua peralatan medis yang terpasang, mulai dari infuse, oksigen, kateter, pampers dan peralatan lainnya jika masih terpasang, harus dilepaskan.  Kami juga mengikat dibagian kepala, apalagi jika pasien meninggal dengan keadaan mulut terbuka. Menutup bagian mata pasien yang terbuka, juga mengikat bagian tangan, dan mengikat bagian kaki. Sebelum melakukan hal tersebut tentunya juga kami melepaskan pakaian pasien yang sudah exit, walau sebenarnya khusus dalam hal ini kita meminta persetujuan dari keluarga yang bersangkutan, karena tidak selamanya keluarga mau pasien exit dilepaskan  pakaiannya, dan biasanya setelah dirapikan maka pasien akan dijemput oleh petugas dari kamar jenazah untuk dipulangkan.



Tepat hari ke-4, saya mendapatkan jadwal di sore hari yang bertepatan start jam 14.00-20.00.  Sekitaran pukul 15.30 atau lewat, saya kedatangan pasien baru dan akan memasuki ruangan. Saat pertama saya berjumpa dengan pasien tersebut, saya bahkan mengira bahwa dia anak yang  masih belia karena badan yang begitu kecil untuk seumurannya dan berat badan yang kurang-jauh sekali dari kata ideal (kurus).  Pasien juga datang dengan keadaan duduk, susah untuk tidur terlentang, dan juga memakai oksigen dengan kekuatan 10 liter, yang artinya bantuan nafas yang diberikan sudah sangat banyak untuk membantu adik tersebut dalam bernafas. Setelah diberikan infuse, ternyata dalam waktu 2 jam kemudian sudah habis dan keluarga datang melapor untuk digantikan.

Sampai diruangan adik tersebut, yang kebetulan umurnya 3 tahun dibawah saya, sudah terlihat lepas dan tidur miring kesebelah kanan. Saya langsung mengganti infus dan ibunya memanggilnya dengan suara yang keras sembari mendoakan dan mengucap ayat.  Ketika ibu panic, untuk perata kalinya pun saya juga panic karena nafas dari adik terebut sudah tinggal 1-1 bahkan sudah dibantu oksigen tetap saja begitu. Berlari keruangan depan dan mengambil alat pengukur tekanan darah, dan sebelum saya lakukan pemeriksaan, saya sudah meraba duluan nadi radialis yang berada dibawah jempol (sejajaran jempol) dan sudah tidak ada. Supaya semakin yakin, saya juga melakukan pemeriksaan tekanan darah dan hasilnya sama, tidak ada terdengar suara detakan jantung seperti biasanya.

Ibu dari pasien meminta saya untuk memastikan lebih pasti lagi, lalu saya panggil dokter jaga yang sedang berdiri didepan ruangan dan baru saja datang. Dengan mimic muka yang terkejut, karena saat masuk memang keadaan pasien masih terlihat dapat tertolong. Sampai diruangan dokter melakukan pemeriksaan nadi radialis kembali, mengecek bagian kaki dengan menekan salah satu bagian kaki, melihat bagian mata dan melakukan pemeriksaan menggunakan senter. Meraba nadi carotis yang terdapat dibagian kanan-kiri leher.

Untuk pertama kalinya saya menyaksikan pasien “pergi jauh” secara langsung. Ketika bahkan saya tak mampu mengucap apapun. Melihat Ibu yang menangis tersedu kehilangan anak pertamanya yang sudah dirawat sejak 5 tahun yang lalu dikarenakan penyakit getah bening. Yang mampu saya lakukan hanyalah bersyukur karena saya masih bisa bernafas tanpa memnggunakan bantuan oksigen, bisa berjalan tanpa bantuan kursi roda. Bisa mengatur kondisi cairan tubuh sendiri tanpa menggunakan infus.



Karena penyakit bisa datang kapan saja. Penyakit yang ditakdirkan dan penyakit yang diciptakan sendiri. Hanya saja kita terlalu ego tidak memelihara pemberian Tuhan yang begitu berharga. Karena pada awalnya setiap tubuh manusia diciptakan “anggota perang” yang siap melawan apa saja yang menghantam tubuh anda. Jika anggota perang bekerja sendiri tanpa bantuan eksternal dari usaha anda, itu namanya terlalu kejam.  Jaga apa yang bisa anda jaga. Rawat apa yang bisa anda rawat. Karena kita bisa dipanggil kapan saja. Tapi rasannya terlalu sedih jika dipanggil bukan karena waktuNya, tapi karena kecorobohan kita yang  tak pernah menjaga apa yang sudah diberikanNya.


Comments

Popular posts from this blog

Beruntungnya Memilikimu, Ini 10 Lagu yang Menggambarkan Perasaanku

Siapa sangka dizaman semaju ini, bahkan anak sekolah dasar saja sudah mengenal cinta ataupun istilah pacaran di dunia mereka. Walau memang sekolah dasar aku juga sudah mulai tertarik dengan yang namanya lawan jenis, tapi semua berbeda dengan tahap yang memang seharusnya. Saat itu, masih sekolah menengah pertama ketika pertama kali aku melirikmu, walau hanya dengan tatapan sekilas tapi aku tak pernah tahu ternyata kamu bukan cinta monyetku. Seiring dengan waktu, aku hanya merasa bahwa kamu milikku. Tak pernah tahu nyata atau tidak,  indah atau tidak, jelas atau buram, hanya saja hati selalu berkata bahwa kita memang selalu satu. Tatapan yang berbeda hari demi hari menunjukkan adanya sinar menuju arah terang yang membuatku selalu merasa berbunga setiap hari, dengan hayalan dan imajinasi nan tinggi yang selalu aku asah setiap hari. Tak tahukah kamu,  10 lagu ini akan selalu mengingatkan hatiku pada dirimu : Nothings  Gonna Change sversinya westlife yang feat dengan Diana ros

Pengalaman Pertama Demo Teaching: It was Fun!

Saya selalu percaya bahwa hidup kita Cuma sekali. Isilah dengan hal positive sebanyak yang kamu bisa. Apalagi jika orangtuamu memberikan kebebasan dengan istilah “bebas bertanggungjawab” (jika kamu pernah dengar istilah ini berarti main kamu udah cukup jauh); maka manfaatkanlah itu, lebarkanlah sudut pandangmu, dan bertemanlah, lalu mendengarlah, sebanyak yang kamu bisa lakukan. Hal positive yang dapat saya lakukan hari ini adalah demo teaching. Yey! Saya tamat dengan background titel kesehatan. Bahkan saya belum pernah mengajar kelas sebelumnya. Pernahnya ngajar namun hanya face to face; eyes to eyes (kelas private). Dalam hal mengajar tentu berbeda rasanya jika mengajar dengan kelas yang ramai, dibandingkan dengan mengajar hanya 1 atau 2 murid, yang biasanya akan lebih dekat dan pendekatan lebih intens. sumber: google Dengan ilmu yang lupa-lupa ingat. Tapi tentunya saya belajar dong sebelum demo teaching. Saya ga akan biarkan diri saya kelak memberikan informasi yang s

Untitled Poem #2

like every single slices of my body fall apart and it just, like that just like the leaf that easily plucked without considering anything too much assumption too much statement ensured too stupid to be true too stupid to be real and it just, happen with strangers that is unknown, before too stupid to regret too late to wake me up the untold story let's called it mystery that you and i even do not know or may be, know that it is just it that stupid easily plucked the late moment to realise that you are as easy as that to be cheated with statements with assumption too stupid to be true