Hari ini, awal september bahagia. Saya menemukan sebuah fakta yang baru saya tahu tentang angkutan di kota saya, kota Medan. Pada malam hari, para supir angkutan menunggu lama untuk memenuhi angkutan yang dikendarai, dengan harapan angkutan dapat penuh dan supir angkutan dapat langsung pulang menemui anak san istri, tentunya bagi mereka yang sudah menikah.
Disebuah ujung disekitaran jalan dekat Mall yang sudah tidak terpakai lagi, berdiam diri lah angkutan dan menunggu lama. Disekitaran angkutan terdapat dua orang yang terlihat seperti mengorganisir semua angkutan yang lewat didaerah simpang tersebut dan berkata "maju.. maju. Woi, maju..." dan angkutan lainnya pun maju.
Kebetulan, angkutan yang saya naiki adalah angkutan yang berdiam diri cukup lama dipersimpangan tersebut, dan anehnya tidak diteriaki oleh orang yang saya lihat sebelumnya. Angkutan ini terlihat santai, tanpa takut berburu pindah karena diteriaki. Cukup mengherankan kelihatannya.
Tak lama kemudian, angkutan penuh. Hampir penuh, dan supir angkutan memutuskan untuk berangkat dan melaju, sambil berharap angkutan penuh ditengah jalan. Berkat pun datang. Ketika hendak meninggalkan persimpangan, dua orang pria yang dari tadi meneriaki, salah satunya datang dan mendekati supir angkutan yang saya naiki, dan mereka bersalaman.
Cukup unik. Cukup miris. Ketika yang disalami mengandung unsur bau bau rupiah, walau nominal yang diberikan tidak terlihat sama sekali dititupi cahaya gelapnya malam. Wah, luar biasa. Unik, tapi miris. Ketika sesama manusia golongan bawah saja bahkan ada nepotisme. Bayar membayar masih saja berlaku. Tak perduli seberapa banyak nominal, asal terdapat unsur "kebutuhan" dan terlihat "menguntungkan" akan terus saja berjalan berlanjut.
Tidak ingin berkomentar banyak akan hal tersebut. Hanya saja saya menulis karena saya baru mengetahui kasus seperti ini juga ternyata ada. Membentaki orang lain padahal nyatanya sama sama mencari uang. Mengapa tak sportif saja? Apakah pilih kasih adalah hal baik? Mengedepankan kebutuhan dan keuntungan tersendiri? Kita pikir saja sendiri.
Comments
Post a Comment