Kebudayaan yang selalu merekat
dan erat. Atau mungkin bias dibilang budaya ini tak bias dihilangkan? Atau memang
masih pantaskah untuk dipertahankan? Defenisi kebahagiaan di setiap orang memiliki arti yang
berbeda-beda. Ada kalanya bahagia hanya karena memikirkan kepentingan diri
sendiri, ada kalanya memikirkan kepentingan orang lain, altruism. Hal ini semakin mencolok saja sebagai defenisi dari
kebahagiaan tersendiri ketika kasusnya terjadi di beberapa tempat sekitar.
Satu, Pernikahan itu memang
indah. Wajar, ketika kamu bahagia dan orang lain merasakan hal yang sama. Namun terkadang
kebahagiaan yang kamu rasakan malahan menjadi derita bagi orang lain
dsekitarmu. Di kota ini, karena saya tinggal didaerah sini, walaupun saya tidak
mengetahui apakah ini terjadi di tempat lain atau tidak, namun ketika pesta
pernikahan terjadi, khususnya pada budaya adat etnis tertentu, yang saya tidak
perlu sebutkan etnisnya, melakukan pesta pernikahan disiang hari, sore hingga
malam bahkan tiada henti. Yang paling membuat kesal tiada henti ketika pesta
tersebut juga tidak kunjung selesai hingga pukul subuh bahkan sampai pukul 3
pagi. Coba bayangkan suara pesta yang begitu meriah dengan suara dangdutan
yang tak kenal volume rendah, memasang musik yang tidak mellow namun rock, apakah
kami bisa tidur? Jangankan kami yang muda, apakah mereka tidak memikirkan para
lansia yang sudah susah tidur, ditambah lagi dengan suara yang begitu kencang.
Bagaimana dengan bayi yang suka menangis? Sungguh menggangu banyak pihak ,
bukan? Namun ini masih saja sering diabaikan bahkan oleh sipemilik pesta
sekalipun. Luar biasa ajaib.
Dua, turut berduka cita. Ya,
memang. Kadang saya juga masih bingung apakah harus selalu ditolerasi atau
bagaimana. Namun terkadang kebudayaan seperti ini keterlaluan. Sebenarnya pun
saya tidak menganggap ini sebagai budaya, ini hanya kebiasaan masyarakat yang tak
mau mengubah kebiasaan. Saat berdukacita, bukannya saya tidak mengerti karena
saya juga pernah merasakan yang namanya kehilangan. Apakah itu artinya dalam
sekejap sebuah lapangan, sebuah jalanan, seluruh gang, menjadi milik anda
dengan memblok sepanjang jalana sesuka anda? Mungkin bisa, mungkin maklum,
jika anda hanya memblok beberapa. Yang paling menyedihkan ialah, ketika saya
pernah menemukan sebuah keadaan dimana jalan besar tersebut cukup panjang, dari
titik nol, ibaratnya keadaan tersebut berduka pada titik 6, dan anda bisa bayangkan?
Jalanan tersebut di blok bukan dari titik 4 atau titik 5, namun dari titik 0
tersebut, sementara pada titik 2 dan 3 ada jalan tikus yang bisa dilalui
masyarakat lainnya. Bukan kah itu serakah? Atau bisa dibilang tak peduli
keadaan dan mengharapkan kondisi mengerti? Mengharapkan mereka yang lewat untuk
mengerti? Kondisi semakin aneh, bukan?
Tiga, pesta. Sama dengan kisah di
atas, initinya adalah pesta. Bukan berdukacita, namun bersukacita. Lucu, ketika
saya melihat sebuah rumah sedang merayakan hari bahagia, jika tidak salah ada
yang menikah didalam rumah itu sehingga tamu datang satu-persatu dan
memarkirkan mobil mereka disepanjang perjalanan tersebut sehingga mengecilkan
luas jalan dan memacetkan keadaan. Well, hati saya berkata “aduh, ini hal
seperti apa lagi yang terjadi? Bukankah jalan lain cukup? Atau bagaimana jika
memanfaatkan lahan kosong saja?” entah sampai kapan kita harus menderita diatas
kebahagiaan manusia lainnya, walaupun memang pasti akan ada saatnya untuk itu,
tetapi kenapa dalam kondisi yang tidak elit seperti ini? Misalnya, tindakan
yang dilakukan anak pak Jo, yang memilih becak sebagai transportasi untuk
menghindari kemacetan yang pasti terjadi jika semuanya menaiki kendaraan
masing-masing. Tidakkah ini lebih bijak?
Banyak kasus lainnya yang tidak
mampu terjelaskan satu persatu, namun ketiga hal itu saya rasa sudah cukup
menggambarkan apa yang terjadi di situasi sekarang ini. Bukankah sesuatu ya? Inilah
alasan saya mengatakan kita butuh pegaturan resmi. Sehingga hubungan yang baik
tetap bisa terjalin sesama saudara sebangsa setanah air. Biarlah kita semua menjadi bijak,
bahkan lebih bijak. Memilih sesuatu dan melakukan sesuatu agar terlebih dahulu
memikirkannya matang-matang sebelum memutuskan dan melaksanakannya. Bukankah lebih
bahagia mengadakan sesuatu tanpa menyakiti orang lain? J
Comments
Post a Comment