Aku melihat diriku sebagai orang yang konyol akhir-akhir ini. Dengan beberapa drama-drama yang aku ciptakan sendiri. Seperti mau memulai untuk menumbuhkan benih yang pada akhirnya tidak tahu bertumbuh menjadi bunga yang cantik entah untuk siapa.
Dulu aku kira, bahwa ini tidak mungkin terjadii lagi. Berfikir bahwa sakit hati akan menutup segala rasa ramah dan empati juga belas kasih yang sudah tertanam sejak dini, tapi salah. Semua berubah dan berbalik arah ketika aku menatap sepasang mata yang entah sengaja atau tidak sengaja terlihat olehku. Apa ini hanya skenario Tuhan belaka? Agar aku berpindah dari tetap duduk-ku yang beralaskan batu tajam-tajam lalu pergi ke taman dan menanam.
Hal yang biasa jika lawan jenismu akan bermulut manis, katanya, yang perlu wanita lakukan adalah berpikir lebih kritis sekalipun kata semanis apa yang diucap. Ibarat dia dan mereka pernah bilang "jangan sebut dia lelaki jika tak mampu menaklukkan hati dengan lidah", bermain kata? sudah keahlian biasa bukan? Aku tak peduli kali ini.
Aku menikmati sebuah senyuman yang datang hampir setiap sebelum aku menutup mata dan berpelukan dengan guling serta boneka disekeliling. Mulai menatap kembali memori yang sudah dilewati dan mengulang beberapa bagian yang membuat pipi tertarik lebih kencang dan memunculkan dua gigi kelinci ini.
Katakan saja dia bermain. Atau mari anggap serius tapi bermain. Ah, entah apa saja namanya. Memori yang paling aku sukai ketika aku berpura-pura menengadah dagu dan menatap arah lurus, bertemu sepasang mata yang cipitnya hampir sama, jika dan hanya jika aku melepas kaca-mata-ku. Mengulang bagian memori ketika aku menemukan beberapa jarimu mengutak-atik sana-sini dengan laptop mini yang tersedia selalu disampingmu ketika bekerja.
Apa aku senang sendiri? Atau hanya sekedar mengagumi dan tak lebih? Atau mungkin aku temakan bualan belaka yang melayang-layang mengelilingi setiap sisi memoriku. Menyentuh memori satu, dua, dan memori lainnya yang berakhir hanya tentang bayanganmu. Percaya saja, Aku mampu menulis segombal ini juga karena sedang tersenyum memikirkanmu. Lalu kau akan pikir aku mengejar? Oh, tidak. Aku menikmati setiap diam yang aku miliki untuk mengulang setiap memori yang sudah tersimpan secara sendiri. Kalau dulu ada yang bilang, momen bahagia dan yang menyakitkan biasanya akan langsung otomatis tersimpan didalam memori jangka panjang. Aku lebih memilih tidak mendekatimu daripada kamu tersimpan di memori jangka panjangku dan menyandang stigma negatif, jangan.
Sampai jumpa dilain waktu, entah dengan siapa dan berurusan apa. Setidaknya senyum indahmu selalu melekat dan bersemi. Aku harap benih yang kutanam ini tidak terlalu cepat tumbuh, atau, bagaimana kita doakan saja jika tidak usah tumbuh sama sekali? Kau yang tentukan. Tapi aku lebih suka berserah. Berdiam diri menikmati imajinasi sendiri. Berbalut setiap permainan kata yang memaksaku untuk membual kata kata hingga sambungan kalimat. Darinya sampai darimu, kau terunik. Sejauh ini, kau terunik. Ku-ucapkan selamat untukmu, sang pemilik jari- jempol semua.
Comments
Post a Comment